Selasa, 11 November 2014

sejarah hidup sunan muria dan ajarannya


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis di sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang membangun masjid pertama di tanah Jawa, Masjid Demak yang menjadi pusat agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di seluruh Jawa.Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari hadramaut. Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah. Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Arti lain walisongo dalam Bahasa Jawa songo berasal dari kata sanga yang artinya sembilan, jadi bisa diartikan walisongo adalah jumlah wali yang ada sembilan, sedangkan dalam Bahasa Arab songo atau sanga berasal dari kata tsana yang artinya mulia dan bisa diartikan sebagai wali yang mulia. Era walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara dan digantikan dengan kebudayaan  Islam di Indonesia. Walisongo merupakan simbol penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di daerah Jawa. Banya tokoh-tokoh selain para walisongo yang membantu dalam membangun Islam di tanah Jawa ini, namun para walisongo yang paling berperan besar dalam membangun kerajaan Islam ditanah Jawa ini.
Penyebaran  agama Islam di Jawa terjadi pada waktu kerajaan Majapahit  runtuh disusul dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut merupakan masa peralihan kehidupan agama, politik, dan seni budaya. Di kalangan penganut agama Islam tingkat atas ada sekelompok tokoh pemuka agama dengan sebutan Wali. Zaman itu pun dikenal sebagai zaman “kewalen”. Para wali itu dalam tradisi Jawa dikenal sebagai “Walisanga”, yang merupakan lanjutan konsep pantheon dewa Hindhu yang jumlahnya juga Sembilan orang. Adapun Sembilan orang wali yang dikelompokkan sebagai pemangku kekuasaan pemerintah yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.



1.2  Rumusan masalah
 1.bagaimana kehidupan yang di miliki sunan muria?
2. Bagaimana pengajaran  agama  yang disebarkan oleh sunan muria?

1.3  Tujuan
1.mendiskripsikan  kehidupan yang di miliki sunan muria.
2. mendiskripsikan pengajaran  agama  yang disebarkan oleh sunan muria.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 kehidupan yang dilakukan oleh sunan Muria
Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said. Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan airnya. Itulah cara yang ditempuh untuk menyiarkan agama Islam di sekitar Gunung Muria. Tempat tinggal beliau di gunung Muria yang salah satu puncaknya bernama Colo. Letaknya di sebelah utara kota Kudus. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliaulah satu-satunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan Islam. Dan beliau pula yang menciptakan tembang Sinom dan Kinanti.
Bahwa Sunan Muria itu adalah Wali yang sakti, kuat fisiknya dapat dibuktikan dengan letak Padepokannya yang terletak di atas gunung. Jarak antara kaki undag-undagan atau tangga dari bawah bukit sampai ke makam Sunan Muria tidak kurang dari 750 m. Bayangkanlah, jika Sunan Muria dan istrinya atau dengan muridnya setiap hari harus naik turun, turun naik guna menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat, atau berdakwah kepada para nelayan dan pelaut serta para pedagang. Hal itu tidak dapat dilakukannya tanpa adanya fisik yang kuat. Soalnya menunggang kuda tidak mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tempat tinggal Sunan Muria. Harus jalan kaki. Itu berarti Sunan Muria memiliki kesaktian tinggi, demikian pula murid-muridnya.

Sunan Muria adalah tokoh agama yang amat bersahaja. Dia tidak berkaitan dengan hal-hal politik atau popularitas  yang memungkinkan kisahnya lebih banyak tertulis dalam sejarah. Sebagai wali, sunan muria lebih banyak membenamkan dirinya dalam kehidupan rakyat kecil, yang miskin dan golongan marhaen. Para muridnya kebanyakan dari kalangan para petani,pedagang, dan nelayan kecil. Dia berbaur dan menyelami setiap sisi terdalam kehidupan masyarakat. Langkahnya yang sederhana ini telah membawanya menciptakan tembang sinom dan kinanti. Satu tindakan lain yang membuktikan sunan Muria menyusup dalam lubuk hati rakyat adalah tidak dilarangnya tradisi melakukan kenduri setelah kematian seseorang yang dikenal denga tradisi hindu-jawa. Namun walaupun begitu menurut catatan sejarah, ia tetap melarang tradisi-tradisi yang mutlak sebagai amalan syirik. Contohnya membakar kemenyan dan menaruh sajian ditempat yang di anggap keramat.
Metode yang merupakan lanjutan dari kerja dakwah ayahnya ini menyebabkan sunan muria lebih mengenal tradisi jawa. Dia juga dikenal sebagai seorang seniman yang melestarikan gamelan dan kesenian tradisi lainnya. Melalui cara ini sunan Muria mulai sedikit demi sedikit memasukkan ajaran agama dan syiariat islam. Inilah awal masuknya penyebaran islam yang dilakukan oleh sunan Muria, dengan begitu rakyat tidak terkejut dengan ajaran baru islam. Pembenaran tentang ajaran islam diterima rakyat secara rasional, sebab berjalan di wilayah yang akrab dengan mereka. Syair-syair jawa diubah liriknya dengan kebajikan-kebajikan Islam. Rakyat mengenal islam sebagai sesuatu yang lembut. Metode ini masih berlangsung hingga saat ini dijawa, Nahdlatul Ulama menggunakan dalam menyebarkan syiar dan memberikan tentang pembenaran ajaran islam kepada rakyat. Begitu dekatnya sunan Muria dengan rakyatnya hingga luasnya wilayah dakwah merambah sampai daerah permukiman terpencil. Seperti daerah gunung Muria sendiri sangat terpencil namun dakwahnya sampai wilayah ke pati, pesisir jawa, selain tentunya kudus.









2.2 Ajaran yang disebarkan oleh sunan Muria
Jauh sejak zaman Walisongo, Sunan Muria telah mengajarkan pengikutnya untuk bersama meruwat bumi. Hampir tak pernah disebut dan memang jarang yang tahu ihwal kontribusi dakwah Walisongo terhadap pelestarian bumi. Walisongo selama ini lebih banyak dipahami sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa yang hanya menyampaikan risalah ketauhidan semata. Jauh di salah satu puncak gunung Muria yang terpencil, Raden Umar Said (nama asli Sunan Muria) memilih menetap. Di sana, ia tak hanya menghambakan diri dengan mengajak para penduduk gunung beriman. Lebih dari itu, juga mengajarkan konsep teologi yang bersifat holistik-integratif. Mafhum dengan kondisi geografis dan keberlanjutan bumi tempat mereka tinggal, Sunan Muria mengarahkan energi keimanan pada konsentrasi hajat pelestarian alam. Tauhid yang diajarkan Sunan Muria menyentuh tiga ranah, mulai dari dimensi ketuhanan yang eskatologis-transendental, dimensi sosial-ijtima’iyyah (antroposentrisme),sampaidimensilingkungan (ekosentrisme).Ketiganyakeniscayakan diferensiasi terhadap cara dakwah Sunan yang lain. Baik ranah ketuhanan, sosial hingga lingkungan, dapat menyatu dalam satu konsep keimanan. Segenap khazanah lokal berupa kearifan lingkungan yang bersumber dari agama pun segera diejawantahkan. Hal ini terlacak dari jejak-jejak peninggalan berupa beberapa situs yang dikeramatkan. Antara lain; buah Pari Joto, kayu Pakis Haji, Air Gentong yang terdapat di lokasi pemakaman, Ngebul Bulusan, pohon Kayu Adem Ati, serta hutan Jati Keramat. Segenap mitologi situs keramat alami tersebut, hingga kini dipercaya masyarakat mengandung tuah buah karomah Sunan Muria.
Memaknai Mitos
Pari Joto yakni sejenis buah yang menjadi oleh-oleh khas Muria terutama bagi perempuan hamil. Masyarakat percaya jika memakannya akan menyebabkan tambahnya kebaikan pada si jabang bayi. Buah ini menyimpan kiasan makna atas apa yang disebutkan oleh Rasulullah berupa jintan hitam (HR. Al Bukhori) dan madu lebah (QS. An-Nahl: 68-69). Bagi Sunan Muria, Pari Joto memiliki kemiripan dengan keduanya dalam hal kandungan gizi untuk menjaga kesehatan. Kendati demikian, pemaknaan ini tak lantas cenderung parsial dan antroposentris. Seruan hadits tentang manfaat jintan hitam, informasi Al-Qur’an tentang manfaat madu lebah, maupun mitos Pari Joto, tak sekedar memberi perintah konsumtif (intifa’), melainkan juga memuat seruan untuk melestarikannya. Artinya, menjaga keberlangsungan eksistensi tumbuhan dan hewan bertuah ini sama halnya menjaga manfaat kebaikannya, sehingga dapat diwarisi umat di hari mendatang.
Mitos Pakis Haji dari Muria yang dipercaya dapat mengusir tikus pemakan padi memakna spiritual-mistik yang bernuansa teologis-kosmologik, sebagai bukti karomah yang diberikan Allah kepada Sunan Muria. Strategi mengusir tikus dengan media alami berupa kayu ini sama sekali tak menghendaki pemusnahan hama. Sunan Muria paham betul, bahwa bagaimanapun tikus tetap memiliki posisi penting dalam putar rantai makanan, fitrah interdependensi alam. Tak hanya mempertimbangkan efektifitas menjaga tanaman belaka, namun selayak mitos Pari Joto, konsepsi  pemanfaatan Pakis Haji ini pun mempertimbangkan aspek kelestarian alam.
Kesalehan lingkungan dalam ajaran Sunan Muria berikutnya dapat ditemukan pada situs Air Gentong Keramat di lokasi makam yang juga diyakini menyimpan tuah. Di balik keramatnya, Air Gentong ini mendedahkan simbol spiritual. Keberkahannya menyembuhkan dan mencegah penyakit, membersihkan dari kotoran jiwa dan memberikan manfaat kecerdasan, merupakan inspirasi spiritual Islam atas benda suci ini. Ini sekaligus merupakan multifungsi air tersebut sebagai simbol spiritual, medis dan ilmiah. Meminjam hasil penelitian Masaru Emoto Jepang, bahwa air dapat mentransformasi segala pesan yang masuk ke dalam dirinya, sehingga dapat membentuk kualitas fisik dan manfaatnya. Demikian halnya kasus Air Gentong Sunan Muria, ketika ia mendapat stimulus yang baik berupa doa, harapan dan itikad baik dari pemercaya mitos keramatnya, maka air itu akan mentransformasi diri menjadi kebaikan-kebaikan seperti diharapkan.
Jejak Sunan Muria yang keempat yakni Bulusan dan Kayu Adem Ati. Bulus (penyu) dan pohon keramat yang kembali nampak pada 17 Agustus 1945 setelah ratusan tahun sebelumnya menghilang ini menyimpulkan kesetaraan relasi antara manusia dan alam. Segenap ritual yang sampai hari ini masih dilestarikan mengajarkan masyarakat akan pentingnya menghormati keduanya sebagai sesama makhluk. Mitos yang berkembang, Bulus tersebut adalah jelmaan manusia pada masa Sunan Muria. Sehingga masyarakat segan melukai atau mengganggu kehidupan makhluk yang dipandang sebagai nenek moyang mereka itu. Hal ini menjadi sarana pembelajaran agar memperlakukan makhluk lain dengan baik, sama halnya berperilaku terhadap sesama manusia. Segenap tuntunan ini pun terdapat dalam berbagai riwayat hadits Rosulullah dan firman Allah dalam Al-Qur’an.
Terakhir, pohon Jati Keramat Masin yang konon mengisahkan cinta berdarah putri Sunan Muria bersama seorang muridnya. Hutan jati ini berusia ratusan tahun terhitung sejak zaman Sunan Muria dan tetap dilestarikan. Tak pernah sekalipun orang berani menebangnya, jika tak ingin kena sial. Sebab diyakini bahwa, pohon-pohon itu punya ruh, dan merupakan hal yang tak patut orang merusak dan melukainya. Akhirnya, hingga kini mereka dibiarkan terus tumbuh dan dijaga kelangsungannya. Ini sesungguhnya mengandung teladan akan pentingnya konservasi hutan, agar bumi yang kian renta ini tetap terjaga kesehatannya.
Wali Lingkungan
Menafsirkan segenap situs tersebut, berarti membaca pikiran Sunan Muria yang sarat dengan kesalehan lingkungan. Setidaknya terdapat lima bangunan religius, yakni konsep Tauhid Lingkungan, Fikih Lingkungan, Tasawuf Lingkungan, Filanekoreligi, dan Akidah Muttahidah, yang semuanya merujuk pada hajat pelestarian alam semesta. Tauhid Lingkungan dalam segenap kajian mitos di atas bermakna akan hakikat alam ini adalah bentuk teofani Tuhan.  Alam menjelaskan segala sifat ketuhanan, sejak ke-Esa-an, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemberi Rizki, dan yang lain. Karenanya, alam ini hal yang sakral dan wajib dijaga. Fikih lingkungan menerjemahkan prinsip Maqashid Al Syari’ah (tujuan ditetapkannya syariat) yang menghendaki terwujudnya kemanusiaan berbasis ekoreligi. Sementara, Tasawuf Lingkungan merupakan bangunan etika terhadap lingkungan yang berkembang  dari  paradigma  sufisme.
 Istilah filanekoreligi yang tersematkan dalam ajaran Sunan Muria bermakna membangun keadilan dan kesejahteraan lingkungan. Ini merupa kedermawanan lingkungan yang pada akhirnya memunculkan konsekuensi logis; kontribusi positif terhadap eksistensi nilai-nilai kemanusiaan. Puncak ajaran Sunan Muria adalah Akidah Muttahidah. Yakni memaknai ibadah tak sebatas dimensi mahdhah, melainkan sampai menyentuh persoalan lingkungan. Maksudnya, akidah Islam diejawantahkan ke dalam tiga ranah hubungan sekaligus, yakni antara manusia, Tuhan, dan alam. Terbentuk semacam segi tiga yang menunjukkan relasi antar ketiganya. Dalam hal ini, Tuhan menjadi titik paling atas sebagai pusat hubungan. Sementara itu, alam merupakan mitra manusia dalam melaksanakan ibadah, sekaligus alam sebagai wujud teofani Tuhan yang dengannya memancar segenap sifat ketuhanan. Demikian, tugas manusia sebagai seorang khalifah di muka bumi (khalifah fil Ardl), yang di antaranya adalah mengelola alam, maka termasuk dimaknai juga sebagai ibadah. Perlu dipahami, khalifah di sini berarti pemimpin, dan bukan penguasa. Artinya, tugas manusia adalah mengelola alam dengan arif, bukan mengeksploitasinya secara serampangan.










BAB III
Penutup

3.1 kesimpulan
            Ajaran islam yang diajarkan oleh sunan Muria mengajarkan mengenai kecintaan terhadap lingkungan dan menyebarkan agama dengan kesenian. Ajarannya ini membuatnya dicintai oleh rakyatnya. kehidupannya yang sederhana dan membaur dengan dengan rakyat menjadi kunci dakwahnya yang memiliki wilayah yang sangat luas. Iya tidak tertarik dengan politik dan kekuasaan yang mungkin pada saat itu bisa dia raih.



3.2 Saran
            Ajaran yang disebarkan oleh sunan muria saat ini memang masih ada yang mempertahankan namun banyak sudah bergeser. Seharusnya masyarakat bisa lebih melihat ajaran sunan Muria sebagai ajaran yang merakyat. Yaitu tidak memaksa ajaran islam ke orang lain dengan kekerasan.










Daftar rujukan
Istahiyyah. 2014. Ajaran sunan Muria Meruwat Bumi, (On-line), (http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,50-id,52371-lang,id-c,esai-t,Ajaran+Sunan+Muria+Meruwat+Bumi-.phpx), diakses pada 1 nopember 2014.

Sastoro,Eny. 2013. Biografi Sunan Muria - Putra Sunan Kalijaga, (On-line),

1 komentar:

  1. Perlu ditampilkan relevansi ajaran, konsep, dan perilaku Sunan Muria dengan petunjuk Al Qur'an dan/ ataupun hadits nabi...

    BalasHapus